Senin, 04 April 2011

BERCOCOK TANAM SEBAGAI MATA PENCAHARIAN

Bila kita membicarakan mata pencaharian di Indonesia kita pasti mengetahui dan beranggapan akan kemakmuran akan hasil alamnya yang berlimpah ruah, mayoritas penduduk indonesia bermata pencaharian sebagai petani, dikarenakan indonesia adalah negara agraris, memiliki wilayah yang luas dan tanah yang subur. beda daerah beda pula hasil pertaniannya. ketiga adalah peternakan, penduduk indonesia juga banyak yang menjadi peternak seperti peternak sapi, peternak kerbau, peternak kuda, peternak ayam, dll. kedua adalah nelayan, karena wilayah perairan indonesia sangat luas namun rata-rata para nelayan ini dikatagorikan miskin dikarenakan kehidupan mereka yang boros, susah melaut karena adanya badai atau ombak pasang, dan harga solar yang mahal hingga pemasukan yang mereka peroleh lebih sedikit dibandingkan pengeluarannya.

Dan salah satu hasil dari alam yang dapat di manfaatkan adalah dari sektor pertanian. Pertanian sebagai mata pencaharian utama dalam kehidupan manusia di beberapa bagian dunia dan juga di Indonesia telah mengalami proses perkembangan yang cukup panjang dalam sejarah kebudayaan manusia. Hal itu sejalan dengan tahap perkembangan pengetahuan manusia tentang jenis-jenis tanaman pangan dan cara penanamannya.

Pada tahap awal, usaha manusia untuk mempertahankan dan memenuhi kebutuhan hidupnya ialah dengan berusaha mengumpulkan hasil bumi dan berburu binatang di sekitar tempat hidup mereka. Kegiatan manusia pada masa lalu seperti itu dikenal dengan istilah sistem mata pencaharian berburu dan meramu. Dalam kehidupan selanjutnya, ke dalam sistem mata pencaharian tersebut termasuk pula kegiatan menangkap ikan. Ketiga sistem matapencaharian itu kemudian dikenal dengan istilah “ekonomi pengumpul pangan” (food gathering economics).

Sejak akhir abad ke-19, sistem mata pencaharian itu mulai lenyap. Sementara itu muncul suatu tingkat perkembangan lain dari kegiatan manusia untuk mempertahankan hidupnya, yaitu mata pencaharian bercocok tanam di ladang. Kegiatan ini di Jawa Barat dikenal dengan sebutan ngahuma. Proses perubahan sistem mata pencaharian berburu dan meramu menjadi sistem mata pencaharian bercocok tanam itu merupakan suatu peristiwa besar dalam proses perkembangan kebudayaan manusia. Para ahli menyebut peristiwa itu sebagai suatu “revolusi” dalam peradaban manusia.
 
Kapan sesungguhnya terjadi perubahan dalam sistem pertanian? Hal itu masih sulit ditentukan dan hingga kini hal itu masih bersifat spekulatif. Sehubungan dengan masalah tersebut di atas, Kuntjaraningrat memberikan asumsi tentang asal mula timbulnya sistem mata pencaharian bercocok tanam, bahwa sistem mata pencaharian/pertanian itu terjadi secara berangsur-angsur di berbagai tempat di dunia. 

... Soal asal mula bercocok tanam hanya bisa menjadi lapangan untuk berbagai dugaan dan spekulasi yang sebenarnya sukar dapat dibuktikan dengan nyata. Rupa-rupanya bercocok tanam tidak terjadi dengan sekonyong-konyong, tetapi kepandaian itu timbul dengan berangsur-angsur di berbagai tempat di dunia. Mungkin usaha bercocok tanam yang pertama mulai dengan aktivitas mempertahankan tumbuh-tumbuhan di tempat-tempat tertentu terhadap serangan dari binatang atau burung atau membersihkan tumbuh-tumbuhan untuk makanan terhadap rumput-rumputan yang merusak. Dalam pekerjaan ini manusia tentu mudah dapat mengobservasi bagaimana misalnya biji yang jatuh dapat tumbuh lagi, atau mendapatkan bagaimana potongan batang singkong misalnya kalau ditancapkan dapat menjadi tumbuh-tumbuhan baru, dst. Demikianlah dapat dibuat berbagai teori yang mencoba menjawab soal bagaimanakah manusia itu untuk pertama kalinya dapat mulai bercocok tanam, tanpa dapat dibuktikan. Hanya ada suatu hal yang penting yang perlu disadari, apabila kita mulai berspekulasi tentang asal mula cocok tanam, hal itu adalah bahwa masalah permulaan bercocok tanam itu tak bisa dilepaskan dari masalah apakah yang ditanam (Kuntjaraningrat, 1967 :31-32).

Uraian tersebut menunjukkan bahwa bercocok tanam merupakan pola pertanian yang sudah dikenal oleh manusia sejak dahulukala. Dalam hubungan dengan masalah mata pencaharian masyarakat di Indonesia, Wertheim membagi masyarakat Indonesia ke dalam tiga pola mata pencaharian utama, yaitu masyarakat pantai, masyarakat ladang, dan masyarakat sawah. Contoh umum masyarakat ladang ialah masyarakat di daerah pedalaman Sumatera dan daerah pedalaman Jawa Barat, sedangkan masyarakat pedalaman Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali oleh Wertheim dimasukkan ke dalam pola masyarakat sawah.

Jadi dapat dikatakan bahwa bercocok tanam merupakan suatu tahapan dalam evolusi budaya manusia, dari berburu dan meramu ke budaya bercocok tanam dengan sifat menyebarkan penduduk (berpindah-pindah).  berladang merupakan suatu sistem/pola pertanian di mana hutan alam diubah menjadi hutan yang dapat menghaslkan kebutuhan pangan bagi manusia secara direncanakan yang berlangsung secara perputaran. Dilihat dari sehingga ekologi, ciri yang paling positif dari ngahuma ialah bahwa sistem pertanian itu lebih berintegrasi ke dalam struktur umum dari ekosistem alami yang sudah ada sebelum sistem pertanian itu direncanakan. Ngahuma (berladang) dikenal sejak manusia memahami proses alamiah tumbuh-nya tanaman. Masyarakat Jawa Barat, khususnya masyarakat pedalaman (masyarakat Sunda) telah mengenal pertanian di huma sejak beberapa abad yang lalu. Dengan kata lain, masyarakat Sunda di Jawa Barat
semula adalah masyarakat peladang.
 
Di Indonesia umumnya, berladang (ngahuma) merupakan suatu sistem pertanian yang sangat penting, di samping sawah. Kedua sistem pertanian itu merupakan kerangka di mana ekonomi pertanian umum berkembang di negeri ini, sehingga Indonesia disebut negara agraris. Dari segi sejarah, ngahuma merupakan bagian dari sejarah pertanian di Indonesia, khususnya di Jawa Barat. Dapat dikatakan budaya itu merupakan awal dari sejarah pertanian di Jawa Barat. Dalam perjalanan sejarah Jawa Barat, budaya ngahuma berangsurangsur lenyap, kecuali pada masyarakat yang tetap berbudaya tradisional, seperti masyarakat Baduy. Lenyapnya budaya ngahuma terjadi akibat perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial, sejalan dengan perkembangan pengetahun dan teknologi peranian khususnya dan kemajuan jaman pada umumnya. (b-prakoso/2721001)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar