Rabu, 30 November 2011

OBJEK PERKEMBANGAN & RUANG LINGKUP ILMU POLITIK

Sebagai ilmu pengetahuan, sosiologi mengkaji lebih mendalam pada bidangnya dengan cara bervariasi.Misalnya seorang sosiolog mengkaji dan mengamati kenakalan remaja di Indonesia saat ini, mereka akan mengkaji mengapa remaja tersebut nakal, mulai kapan remaja tersebut berperilaku nakal, sampai memberikan alternatif pemecahan masalah tersebut. Hampir semua gejala sosial terjadi di desa maupun di kota baik individu ataupun kelompok, merupakan ruang kajian yang cocok bagi sosiologi, asalkan menggunakan prosedur ilmiah. Ruang lingkup kajian sosiologi lebih luas dari ilmu sosial lainnya. Hal ini dikarenakan ruang lingkup sosiologi mencakup semua interaksi sosial yang berlangsung antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, serta kelompok dengan kelompok di lingkugan masyarakat. Ruang lingkup kajian sosiologi tersebut jika dirincikan menjadi beberapa hal, misalnya antara lain

Ekonomi beserta kegiatan usahanya secara prinsipil yang berhubungan dengan produksi, distribusi,dan penggunaan sumber-sumber kekayaan alam. Masalah manajemen yaitu pihak-pihak yang membuat kajian, berkaitan dengan apa yang dialami warganya Persoalan sejarah yaitu berhubungan dengan catatan kronologis, misalnya usaha kegiatan manusia beserta prestasinya yang tercatat, dan sebagainya.

Sosiologi menggabungkan data dari berbagai ilmu pengetahuan sebagai dasar penelitiannya. Dengan demikian sosiologi dapat dihubungkan dengan kejadian sejarah, sepanjang kejadian itu memberikan keterangan beserta uraian proses berlangsungnya hidup kelompok-kelompok, atau beberapa peristiwa dalam perjalanan sejarah dari kelompok manusia. Sebagai contoh, riwayat suatu negara dapat dipelajari dengan mengungkapkan latar belakang terbentuknya suatu negara, faktor-faktor, prinsip-prinsip suatu negara sampai perjalanan negara di masa yang akan datang. Sosiologi mempertumbuhkan semua lingkungan dan kebiasaan manusia, sepanjang kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia dan dapat memengaruhi pengalaman yang dirasakan manusia, serta proses dalam kelompoknya. Selama kelompok itu ada, maka selama itu pula akan terlihat bentuk-bentuk, cara-cara, standar, mekanisme, masalah, dan perkembangan sifat kelompok tersebut. Semua faktor tersebut dapat memengaruhi hubungan antara manusia dan berpengaruh terhadap analisis sosiologi.

Perkembangan pada abad pencerahan

 

Untuk mengetahui perkembangan ilmu  politik,  kita    harus   meninjau   ilmu   politikdalam   kerangka    yang    luas.Sebagaimana   telah    diterangkan    pada    bagian pendahuluan ilmu politik ditinjau dari kerangka yang luas telah ada sekitar tahun  427  S.M.  terbukti  dari  hasil karya filosof seperti Plato dan Aristoteles. Bahkan Plato yang telah meletakan dasar-dasar pemikiran  ilmu  politik dikenal  sebagai  Bapak   filsafat   politik,   sedangkan Aristoteles yang  telah  meletakan  dasar-dasar  keilmuan dalam kajian politik dikenal sebagai Bapak ilmu politik

Banyak ilmuwan-ilmuwan besar pada zaman dahulu, seperti Sokrates, Plato dan Aristoteles beranggapan bahwa manusia terbentuk begitu saja. Tanpa ada yang bisa mencegah, masyarakat mengalami perkembangan dan kemunduran.
Pendapat itu kemudian ditegaskan lagi oleh para pemikir di abad pertengahan, seperti Agustinus, Ibnu Sina, dan Thomas Aquinas. Mereka berpendapat bahwa sebagai makhluk hidup yang fana, manusia tidak bisa mengetahui, apalagi menentukan apa yang akan terjadi dengan masyarakatnya. Pertanyaan dan pertanggungjawaban ilmiah tentang perubahan masyarakat belum terpikirkan pada masa ini.

Baik  Plato  maupun  Aristoteles   pada   dasarnya menjadikan  negara  sebagai  persefektif  filosofis,  dan pandangan mereka tentang  pengetahuan  merupakan  sesuatu yang utuh. Perbedaan keduanya terletak pada  tekanan  dan obyek pengamatan yang  dilakukan,  kalau  Plato  bersifat    normatif-deskriptif,    sedangkan    Aristoteles    sudah    mendekati  empiris   dengan   memberikan   dukungan   dan preferensi nilai melalui fakta yang dapat diamati  dengan nyata. Jaman ini yang terkenal dengan zaman  Romawi  Kuno memberikan sumbangan yang  berharga  bagi  ilmu  politik, antara lain: bidang hukum, yurisprudensi dan administrasi    negara.   Bidang-bidang    tersebut    didasarkan    atas    persefektif  mengenai  kesamaan   manusia,   persaudaraan    setiap  orang,  ke-Tuhan-an   dan   keunikan   nilai-nilai individu.

Berkembangnya ilmu pengetahuan di abad pencerahan (sekitar abad ke-17 M), turut berpengaruh terhadap pandangan mengenai perubahan masyarakat, ciri-ciri ilmiah mulai tampak di abad ini. Para ahli di zaman itu berpendapat bahwa pandangan mengenai perubahan masyarakat harus berpedoman pada akal budi manusia.

Pengaruh perubahan yang terjadi di abad pencerahan


Memasuki abad pertengahan eksistensi ilmu  politik justru mengalami kemandekkan. Hal ini  disebabkan  karena telah terjadi pergeseran institusi kekuasaan dari  negara kepada  gereja.  Pada  masa  ini  negara  menjadi  kurang penting,  sehingga  pemikiran  politik  didominasi   oleh intelektual dan politik  gereja  Kristen.  Dalam  keadaan seperti pemikiran politik lebih cenderung berurusan untuk menjawab apa yang seharusnya, apa yang baik/buruk,  bukan pernyataan  tentang  apa  yang  ada/nyata.  Jadi   kajian politik pada masa ini mengalami  kemunduran  seperti  era Plato (filosofis) bukan bersifat  keilmuan.  Namun,  abad ini  tetap  memberikan  sumbangan  konsepsial  bagi  ilmu politik, seperti konsepsi mengenai penyatauan dunia, upah yang  jujur,  dan  hukum  tertinggiyang   perlu   ditaati manusia.
Perubahan-perubahan besar di abad pencerahan, terus berkembang secara revolusioner sapanjang abad ke-18 M. Dengan cepat struktur masyarakat lama berganti dengan struktur yang lebih baru. Hal ini terlihat dengan jelas terutama dalam revolusi Amerika, revolusi industri, dan revolusi Perancis. Gejolak-gejolak yang diakibatkan oleh ketiga revolusi ini terasa pengaruhnya di seluruh dunia. Para ilmuwan tergugah, mereka mulai menyadari pentingnya menganalisis perubahan dalam masyarakat.

Gejolak abad revolusi

 

Perubahan yang terjadi akibat revolusi benar-benar mencengangkan. Struktur masyarakat yang sudah berlaku ratusan tahun rusak. Bangasawan dan kaum Rohaniwan yang semula bergemilang harta dan kekuasaan, disetarakan haknya dengan rakyat jelata. Raja yang semula berkuasa penuh, kini harus memimpin berdasarkan undang-undang yang di tetapkan. Banyak kerajaan-kerajaan besar di Eropa yang jatuh dan terpecah.

Gejolak abad revolusi itu mulai menggugah para ilmuwan pada pemikiran bahwa perubahan masyarakat harus dapat dianalisis. Mereka telah menyakikan betapa perubahan masyarakat yang besar telah membawa banyak korban berupa perang, kemiskinan, pemberontakan dan kerusuhan. Bencana itu dapat dicegah sekiranya perubahan masyarakat sudah diantisipasi secara dini.

Perubahan drastis yang terjadi semasa abad revolusi menguatkan pandangan betapa perlunya penjelasan rasional terhadap perubahan besar dalam masyarakat. Artinya :Perubahan masyarakat bukan merupakan nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan dapat diketahui penyebab dan akibatnya.Harus dicari metode ilmiah yang jelas agar dapat menjadi alat bantu untuk menjelaskan perubahan dalam masyarakat dengan bukti-bukti yang kuat serta masuk akal. Dengan metode ilmiah yang tepat (penelitian berulang kali, penjelasan yang teliti, dan perumusan teori berdasarkan pembuktian), perubahan masyarakat sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga krisis sosial yang parah dapat dicegah.

Kelahiran sosiologi modern

 

Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika, tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada. Mengapa bukan di Eropa? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologi muncul pertama kalinya).

Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan.

Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi lama ala Eropa tidak relevan lagi. Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern.
Berkebalikan dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro (lebih sering disebut pendekatan empiris). Artinya, perubahan masyarakat dapat dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang muncul. Berdasarkan fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara menyeluruh. Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya penelitian (research) dalam sosiologi.

Sedangkan perkembangan politik  di  negara  Eropa. Anda  tentu  mengenal  beberapa  negara  di  Eropa   yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi  perkembangan ilmu-ilmu sosial  pada  umumnya  dan  ilmu  politik  pada khusunya. Di negara-negara seperti  Jerman,  Prancis  dan Austria perkembangan ilmu politik memasuki abad kedelapan belas sangat dipengaruhi oleh ilmu hukum. Itulah sebabnya fokus  perhatian   perhatiannya   hanya   terpusat   pada negara.

Lain halnya perkembangan ilmu politik  di  Inggris dan  Amerika  serikat.  Pada  abad  kedelapan  belas,  di Inggris  permasalahan  politik  lebih  banyak   merupakan kajian filsafat serta pembahasannya tidak  terlepas  dari sejarah.  Sedangkan  di  Amerika   Serikat   yang   telah menempatkan pangajaran politik  di  universitas  semenjak tahun 1858, mula-mula studinya  lebih  bersifat  yuridis, akan tetapi semenjak abad ini telah melepaskan diri  dari kajian yang bersifat  yuridis  dengan  lebih  memfokuskan diri atas pengumpulan data empiris.

Baru memasuki awal abad kedua  puluh  kajian  ilmu politik telah menjauhi studi yang semata-mata  legalistis normatif maupun yang murni normatif dan deduktif. Hal ini dipengaruhi  oleh  perkembangan  teori  ilmu  pengetahuan sosial lainnya, terutama konsepsi  yang  berubah  tentang hakekat manusia, pragmatisme dan pluralisme.

Hakekat  manusia, 
Telah diakui bahwa sifat manusia sangat beragam  dan  kompleks. Pengakuan  akan  sifat   manusia tersebut   menimbulkan implikasi-implikasi yaitu: pertama, digugatnya pernyataan mengenai hukum menentukan pemerintahan yang baik, hal ini disebabkan sifat manusia yang berbeda-beda. Kedua,  tidak semua manusia akan berperilaku sama dalam  suatu  lembaga tertentu. Ketiga, sifat itu diyakini sebagai obyek  resmi penelitian.

fragmatisme.
Ini berarti  bahwa  tindakan-tindakan yang dilakukan manusia tidak dapat dinilai  dari  logika, melainkan dari hasil  tindakan  atau  perilaku  tersebut. Misanya, sesorang dicap sebagai a-nasionalis, karena hasil dari tindakan dan perilakunya  selalu  menunjukkan  sikap antipati terhadap bangsa sendiri, terhadap produksi  dalam negeri, menjelek-jelekan bangsa sendiri di hadapan  bangsa lain, dan sebagainya.

Pluralisme,
Mengandung    pengertian    bahwa     kekuasaan     dalam politik dibagi-bagi antara berbagai kelompok, partai  dan lembaga-lembaga   pemerintahan.   Misalnya,    organisasi kemasyarakatan, golongan, partai politik, dan yang  lebih ekstrim seperti partai oposisi memiliki  kekuasaan  untuk mempengaruhi  berbagai  kebijakan  pemerintah.  Hal   ini disebabkan karena organisasi  kemasyarakatan  dan  partai politik tersebut memiliki kekuasaan untuk  melakukan  itu walaupun   kekuasaan   tersebut   belum    tentu    mampu mempengarui kekuasaan yang lainnya.

Dampak Startifikasi Sosial dalam Masyarakat

Stratifikasi sosial akan selalu ditemukan dalam masyarakat selama di dalam masyarakat tersebut terdapat sesuatu yang dihargai. Mungkin berupa uang atau benda-benda bernilai ekonomis, atau tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan agama, atau keturunan keluarga terhormat. Seseorang yang banyak memiliki sesuatu yang dihargai akan dianggap sebagai orang yang menduduki pelapisan atas. Sebaliknya mereka yang hanya sedikit memiliki atau bahkan sama sekali tidak memiliki sesuatu yang dihargai tersebut, mereka akan dianggap oleh masyarakat sebagai orang-orang yang menempati pelapisan bawah atau berkedudukan rendah.

Stratifikasi social adalah pembedaan masyarakat kedalam lapisan-lapisan social berdasarkan demensi vertical akan memiliki pengaruh terhadap kehidupan bersama dalam masyarakat. Ikuti urain tentang dampak stratifikasi social dalam kehidupan masyarakat berikut ini.

Eklusivitas

Stratifikasi social yang membentuk lapisan-lapisan social juga merupakan sub-culture, telah menjadikan mereka dalam lapisan-lapisan gtertentu menunjukan eklusivitasnya masing-masing. Eklusivitas dapat berupa gaya hidup, perilaku dan juga kebiasaan mereka yang sering berbeda antara satu lapisan dengan lapisan yang lain.

Gaya hidup dari lapisan atas akan berbeda dengan gaya hidup lapisan menengah dan bawah. Demikian juga halnya dengan perilaku masing-masing anggotanya dapat dibedakan; sehingga kita mengetahui dari kalangan kelas social mana seseorang berasal.

Eklusivitas yang ada sering membatasi pergaulan diantara kelas social tertentu, mereka enggan bergaul dengan kelas social dibawahnya atau membatasi diri hanya bergaul dengan kelas yang sanma dengan kelas mereka.

Etnosentrisme

Etnosentrisme dipahami sebagai mengagungkan kelompok sendiri dapat terjadi dalam stratifikasi social yang ada dalam masyarakat. Mereka yang berada dalam stratifikasi social atas akan menganggap dirinya adalah kelompok yang paling baik dan menganggap rendah dan kurang bermartabat kepada mereka yang berada pada stratifikasi social rendah.

Pola perilaku kelas social atas dianggap lebih berbudaya dibandingkan dengan kelas social di bawahnya. Sebaliknya kelas social bawah akan memandang mereka sebagai orang boros dan konsumtif dan menganggap apa yang mereka lakukan kurang manusiawi dan tidak memiliki kesadaran dan solidaritas terhadap mereka yang menderita. Pemujaan terhadap kelas sosialnya masing-masing adalah wujud dari etnosentrisme.

Konflik Sosial

Perbedaan yang ada diantara kelas social dapt menyebabkan terjadinya kecemburuan social maupun iri hati. Jika kesenjangan karena perbedaan tersebut tajam tidak menutup kemungkinan terjadinya konflik social antara kelas social satu dengan kelas social yang lain.

Misalnya demonstrasi buruh menuntut kenaikan upah atau peningkatan kesejahteraan dari perusahaan dimana mereka bekerja adalah salah satu konflik yang terjadi karena stratifikasi social yang ada dalam masyarakat.

Stratifikasi sosial kadang akan membedakan warga masyarakat menurut kekuasaan dan pemilikan materi. Kriteria ekonomi selalu berkaitan dengan aktivitas pekerjaan, kepemilikan kekayaan, atau kedua-duanya. Dengan begitu, pendapatan, kekayaan, dan pekerjaan akan membagi anggota masyarakat ke dalam beberapa stratifikasi atau kelas ekonomi.

Dalam stratifikasi sosial terdapat tiga kelas sosial, yaitu : Masyarakat yang terdiri dari kelas atas (upper class), Masyarakat yang terdiri kelas menengah (middle class) dan kelas bawah (lower class). Orang-orang yang berada pada kelas bawah (lower) biasanya lebih banyak (mayoritas) daripada di kelas menengah (middle) apalagi pada kelas atas (upper). Semakin keatas semakin sedikit jumlah orang yang berada pada posisi kelas atas (upper class).

Dalam kehidupan masyarakat terdapat kriteria yang dipakai untuk menggolongkan orang dalam pelapisan sosial adalah sebagai berikut :

Ukuran kekayaan
seseorang yang memiliki kekayaan paling banyak, ia akan menempati pelapisan di atas. Kekayaan tersebut misalnya dapat dilihat dari bentuk rumah, mobil pribadinya, cara berpakaian serta jenis bahan yang dipakai, kebiasaan atau cara berbelanja dan seterusnya.
http://sync.mathtag.com/sync?mt_exid=2&admeld_user_id=9eee09c2-cf7f-44c0-9f45-fb88ea80e01d&admeld_adprovider_id=296&admeld_call_type=redirect&admeld_callback=http://tag.admeld.com/match

Ukuran kekuasaan,
Seseorang yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang terbesar akan menempati pelapisan yang tinggi dalam pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan.

Ukuran kehormatan,
Orang yang disegani dan dihormati akan mendapat tempat atas dalam sistem pelapisan sosial. Ukuran semacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat yang masih tradisional. Misalnya, orangtua atau orang yang dianggap berjasa dalam masyarakat atau kelompoknya. Ukuran kehormatan biasanya lepas dari ukuran-ukuran kekayaan dan kekuasaan.

Ukuran ilmu pengetahuan,
Ilmu pengetahuan digunakan sebagai salah satu faktor atau dasar pembentukan pelapisan sosial didalam masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan.

Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa pelapisan sosial dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat, seperti adanya perbedaan gaya hidup dan perlakuan dari masyarakat terhadap orang-orang yang menduduki pelapisan tertentu. Stratifikasi sosial juga menyebabkan adanya perbedaan sikap dari orang-orang yang berada dalam stratasosial tertentu berdasarkan kekuasaan, privilese dan prestise. Dalam lingkungan masyarakat dapat terlihat perbedaan antara individu, atau satu keluarga lain, yang dapat didasarkan pada ukuran kekayaan yang dimiliki. Yang kaya ditempatkan pada lapisan atas, dan miskin pada lapisan bawah. Atau mereka yang berpendidikan tinggi berada di lapisan atas sedangkan yang tidak sekolah pada lapisan bawah. Dari perbedaan lapisan sosial ini terlihat adanya kesenjangan sosial. Hal ini tentu merupakan masalah sosial dalam masyarakat.

Perbedaan sikap tersebut tercermin dari gaya hidup seseorang sesuai dengan strata sosialnya. Pola gaya hidup tersebut dapat dilihat dari cara berpakaian, tempat tinggal, cara berbicara, pemilihan tempat pendidikan, hobi dan tempat rekreasi.

Cara Berpakaian
Seseorang yang tergolong dalam strata sosial atas dapat dilihat dari gaya busananya. Biasanya orang-orang kelas atas menggunakan busana dan aksesoris lain, seperti sepatu, tas, jam tangan yang bermerek dan dari luar negeri. Sedangkan mereka yang termasuk strata sosial menengah ke bawah, lebih memilih menggunakan barang-barang produksi dalam negeri.

Tempat Tinggal
Pada umumya masyarakat kelas atas akan membangun rumah yang besar dan mewah dengan gaya arsitektur yang indah. Masyarakat kelas atas lebih menyukai tinggal di kawasan elite dan apartemen mewah yang dilengkapi dengan fasilitas modern. Sedangkan masyarakat yang tergolong strata menengah lebih memilih bentuk dan tipe rumah yang sederhana bahkan ada juga yang tinggal di rumah susun.

Cara Berbicara
Cara berbicara orang-orang yang tergolong strata atas akan berbeda dengan orang-orang yang berada dalam strata bawah. Mereka yang termasuk dalam golongan strata atas memiliki gaya berbicara yang beradaptasi dengan istilah-istilah asing serta penuh dengan kesopanan. Sedangkan orang-orang yang berada dalam strata bawah terkadang suka berbicara yang tidak terlalu memperhatikan etika.

Pendidikan
Pendidikan menjadi faktor yang paling penting bagi setiap masyarakat. Umumnya masyarakat strata atas memilih memasukkan anak-anak mereka pada sekolah-sekolah ataupun universitas-universitas yang berkualitas tinggi termasuk sekolah di luar negeri. Sedangkan bagi masyarakat yang menduduki pelapisan bawah lebih memilih menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah dalam negeri.

Hobi dan rekreasi
Menyalurkan hobi serta berekreasi merupakan hal-hal yang diperhatikan oleh masyarakat yang berada dalam pelapisan atas. Biasanya orang-orang yang berada dalam strata atas memilih olahraga yang ekslusif seperti golf, balap mobil, serta menyalurkan hobi, seperti main piano, main biola, menonton orkestra, mengoleksi lukisan-lukisan mahal dan sebagainya. Begitu pula berekreasi, mereka lebih memilih berekreasi ke luar daerah atau bahkan ke luar negeri. Sedangkan, bagi masyarakat yang tergolong strata bawah, lebih memilih hobi dan berekreasi yang tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya, seperti bermain sepak bola, dan berekreasi ke tempat yang dekat dengan tempat tinggal mereka.(bprakoso/27210001)


http://tag.admeld.com/match?admeld_adprovider_id=338&external_user_id=C3D0C0AD783FD64E024EC98F02D76A0E

Selasa, 15 November 2011

BENTUK AKOMODASI DAN CONTOHNYA

Menurut Soerjono Soekanto Istilah akomodasi digunakan dalam dua arti, yaitu sebagai suatu keadaan dan suatu proses. Sebagai suatu keadaan, akomodasi berarti adanya kenyataan suatu keseimbangan (equilibrium) hubungan antar individu atau kelompok dalam berinteraksi sehubungan dengan norma-norma sosial dan kebudayaan yang berlaku. Sebagai suatu proses, akomodasi berarti sebagai usaha manusia untuk meredakan atau menghindari konflik dalam rangka mencapai kestabilan.

Tujuan Akomodasi secara Sosiologis

1. Untuk mengurangi konflik antar individu atau kelompok sebagai akibat perbedaan paham. Sehingga akomodasi disini bertujuan untuk mendapatkan suatu sintesa antara kedua kedua pendapat tersebut agar memperoleh suatu pola baru.
2. Untuk mencegah meledaknya konflik
3. Kerjasama antar kelompok-kelompok sosial yang saling terpisah.
4. Mengusahakan peleburan antar kelompok-kelompok sosial yang terpisah. Seperti dengan perkawinan campuran atau asimilasi.

Menurut Ramlan Surbakti (1983)

Pengaturan konflik akan bisa berlangsung secara efektif apabila terdapat tiga persyaratan, yaitu :

a. Kedua belah pihak yang berkonflik harus menyadari akan adanya situasi konflik di antara mereka, oleh karenanya mereka harus menyadari pula perlunya melaksanakan prinsip-prinsip keadilan secara jujur bagi semua pihak.
b. Adanya organisasi bagi kelompok yang berkonflik. Artinya, pengaturan konflik hanya akan mungkin apabila mereka yang berkonflik masing-masing telah terorganisir secara jelas. Kalau kekuatan-kekuatan yang berkonflik itu berada dalam situasi tidak terorganisir (diffuse), maka pengaturan konflik tidak akan efektif.
c. Adanya aturan permainan (rule of the game) yang disepakati dan ditaati bersama.
Apabila akomodasi dilakukan untuk menyelesaikan konflik di masyarakat dengan memenuhi tiga hal seperti disebutkan Ramlan Surbakti diatas., maka proses akomodasi akan berlangsung lancar dan lebih mudah.

Jenis Konflik di Masyarakat.

Menurut Ramlan Surbakti (1992), ada dua jenis konflik di masnyarakat, yaitu :

a. Konflik Horizontal, adalah konflik anatar individu atau kelompok yang diakibatkan adanya kemajemukan horizontal. Seperti konflik antar suku, agama, ras dan daerah, kelompok, profesi dan tempat tinggal.
b. Konflik Vertikal, adalah konflik antar individu atau kelompok miskin dan kaya (kekayaan) dan antara rakyat dan penguasa (kekuasaan).


Bentuk-bentuk Akomodasi Dalam Menyelesaikan Masalah.

Tindakan Penyelesaian Konflik Dan Pola Penyelesaian Konflik

Konflik yang dibiarkan akan semakin melebar baik dalam wilayah maupun ketajaman konflik. Dalam arti, konflik kecil yang dibiarkan semakin lama akan semakin besar jumlah orang atau kelompok yang terlibat. Serta intensitas konflik juga akan semakin sengit dan tajam.

Tindakan penyelesaian terhadap adanya konflik dibedakan menjadi dua hal, yaitu :

Penyelesaian Menang Kalah (win-lose solution),
pola penyelesaian ini adalah pola penyelesaian yang hanya menguntungkan satu kelompok sedangkan kelompok yang satunya lagi dirugikan. Pola penyelesaian ini terjadi apabila :

1. Kedua kelompok yang berkonflik sama-sama tidak mau mengurangi tuntutannya, sedangkan kondisi kekuatan masing-masing berbeda dimana yang satu kelompok lebih kuat sehingga menang dan kelompok satunya lagi lemah kekuatannya sehingga kalah.

2. Salah satu dari kedua kelompok tidak mau mengurangi tuntutan, sedangkan yang satunya bersedia mengurangi tuntutannya.

Penyelesaian Menang-menang (win-win solution),
Pola penyelesaian ini adalah pola penyelesaian yang menguntungkan semua pihak yang terlibat konflik. Pola semacam ini terjadi bila semua kelompok yang berkonflik rela mengurangi tuntutannya dengan duduk satu meja mencari pemecahan bersama secara adil.

Upaya Penyelesaian Konflik

Menurut Soerjono Soekanto (1982), akomodasi sebagai upaya penyelesaian konflik memiliki delapan bentuk, antara lain :

Coercion,
yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan. Hal ini terjadi disebabkan salah satu pihak berada dalam keadaan yang lemah sekali bila dibandingkan dengan pihak lawan.

Contohnya: perbudakan.

Compromise,
yaitu suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang terlibat masing-masing mengurangi tuntutannya agar dicapai suatu penyelesaian terhadap suatu konflik yang ada. Sikap untuk dapat melaksanakan compromise adalah sikap untuk bersedia merasakan dan mengerti keadaan pihak lain.

Contohnya:  kompromi antara sejumlah partai politik untuk berbagi kekuasaan sesuai dengan suara yang diperoleh masing-masing.

Arbitration,
yaitu cara mencapai compromise dengan cara meminta bantuan pihak ketiga yang dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh badan yang berkedudukannya lebih dari pihak-pihak yang bertikai.

Contohnya: konflik antara buruh dan pengusaha dengan bantuan suatu badan penyelesaian perburuan Depnaker sebagai pihak ketiga.

Mediation,
yaitu cara menyelesaikan konflik dengan jalan meminta bantuan pihak ketiga yang netral. Pihak ketiga ini hanyalah mengusahakan suatu penyelesaian secara damai yang sifatnya hanya sebagai penasihat. Sehingga pihak ketiga ini tidak mempunyai wewenang untuk memberikan keputusan-keputusan penyelesaian yang mengikat secara formal.

Conciliation,
yaitu suatu usaha mempertemukan keinginan-keinginan pihak-pihak yang bertikai untuk mencapai persetujuan bersama.

Contohnya: pertemuan beberapa partai politik di dalam lembaga legislatif (DPR) untuk duduk bersama menyelesaikan perbedaan-perbedaan sehingga dicapai kesepakatan bersama.

Toleration,
sering juga dinamakan toleran-participation yaitu suatu bentuk akomodasi tanpa adanya persetujuan formal.

Contohnya: beberapa orng atau kelompok menyadari akan pihak lain dalam rangka menghindari pertikaian. Dalam masyarakat Jawa dikenal dengan istilah “tepa selira” atau tenggang rasa agar hubungan sesamanya bisa saling menyadari kekurangan diri sendiri masing-masing.

Statlemate,
adalah suatu bentuk akomodasi dimana pihak-pihak yang bertikai atau berkonflik karena kekuatannya seimbang kemudian berhenti pada suatu titik tertentu untuk tidak melakukan pertentangan. Dalam istilah lain dikenal dengan “Moratorium” yaitu kedua belah pihak berhenti untuk tidak saling melakukan pertikaian. Namun, moratorium bisa dilakukan antara dua belah pihak yang kurang seimbang kekuatannya.

Adjudication,
Adalah suatu bentuk penyelesaian konflik melalui pengadilan. Kedelapan bentuk akomodasi diatas bisa dipilih untuk dilakukan dalam menyelesaikan konflik di masyarakat yang sangat beragam. Hal ini diperlukan agar proses konflik khususnya yang terjadi pada masyarakat dengan tingkat kemajemukan tinggi seperti Indonesia, tidak bisa mengarah pada situasi disintegrasi bangsa.